Sumber: Glasgow Guardian |
Di tengah banyak ketidakpastian
yang mengelilingi pandemi Covid-19, ada satu hal yang pasti yaitu bahwa virus
ini telah mengubah pola hidup hampir
semua orang. Perubahan pola hidup ini pun akhirnya semakin menonjolkan masalah
yang telah ada sebelumnya, mulai dari kualitas pelayanan kesehatan,
ketertinggalan sistem pendidikan hingga masalah yang lebih spesifik ketidaksetaraan
gender. Maka menarik untuk membicarakan isu-isu yang sebelumnya sangat jarang
diperhatikan. Sebab pandemi ini menghadirkan kegentingan yang mungkin bisa
membuat orang sadar bahwa permasalahan tersebut ternyata penting untuk
diperhatikan, misalnya masalah Manajemen Kebersihan dan Kesehatan Menstruasi
(MKM). Mungkin banyak orang akan mengernyit, memangnya masalah apa yang bisa
diidentifikasi dari menstruasi saat pandemi? Untuk menjawab pertanyaan ini,
perlu untuk menekankan dulu bahwa isu MKM telah ada sejak dulu dimana sumber permasalahannya
adalah tabunya pembicaraan terkait menstruasi. Jika digali lebih jauh, akan
ditemukan bahwa masalah menstruasi berkaitan erat dengan kesetaraan gender. Pandemi
ini pun semakin menonjolkan masalah itu.
Mari mulai cerita dari
China, negara yang pertamakali terkena Covid-19. Semua tenaga medis, baik
perempuan maupun laki-laki memang harus harus bekerja tanpa istirahat yang cukup.
Mereka harus bekerja dengan biohazard suit atau Alat Pelindung diri dalam medis
untuk menghindari resiko terinfeksi. Namun, khusus bagi tenaga medis perempuan,
mereka harus menghadapi tambahan masalah, yaitu menstruasi saat harus
menggunakan biohazard suit dalam shift yang panjang. Di Provinsi Hubei, beberapaz
tenaga medis perempuan mengeluh mengenai kelangkaan produk kebersihan
menstruasi dan jarangnya jedah untuk bisa ke kamar mandi. Namun, mereka malah
mendapat cemoohan bahwa mereka tidak meliki semangat pengabdian [1].
Padahal, semangat pengabdian mereka sudah sebenarnya sudah terbukti dari
pengorbanan yang mereka lakukan. Bayangkan saja, sebagian tenaga medis
perempuan harus mengonsumsi pil kontrasepsi oral untuk mencegah menstruasi. Sementara
yang lainnya terpaksa harus menahan ketidaknyamanan sebab air seni dan darah
menstruasi mereka bercampur pada diaper yang mereka gunakan [2].
Di perumahan kumuh,
Mumbai, India, para perempuan pun tak luput dari kesulitan di tengah karantina.
Rumah-rumah di sana tidak memiliki toilet, melainkan hanya tempat mandi terbuka
seadanya. Sebelum pandemi, para istri dan anak perempuan biasanya mandi dan
mengganti pembalut saat para lelaki bekerja. Namun di tengah pandemi ini, para
lelaki juga harus tinggal di rumah, sehingga sulit bagi perempuan untuk
mendapatkan privasi di rumah mereka yang sangat kecil. Hal ini tentunya lebih
bisa kita pahami jika kita menanamkan dalam pikiran bahwa patriarki di India
masih sangat kental. Para perempuan dalam rumah tangga merasa tidak nyaman
untuk meminta para lelaki memberikan mereka privasi. Ini menjadi masalah yang
umum dialami perempuan di Mumbai sebab 50% penduduk Mumbai tinggal di perumahan
kumuh [3].
Cerita lain datang dari
WoMena Project yang melaporkan bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat
selama pandemi di Sudan. Salah satu alasannya adalah karena para suami berpikir
istri mereka menghabiskan uang terlalu banyak untuk produk kebersihan
menstruas [4].
Ini menunjukan bahwa masalah Manajemen Kebersihan Menstruasi tidak dianggap
penting oleh para lelaki. Padahal, menstruasi terjadi pada semua orang yang
terlahir sebagai perempuan saat memasuki masa pubertas. Menstruasi datang
setiap bulan dalam siklus yang sehat. Maka, produk kebersihan menstruasi juga
termasuk kebutuhan pokok perempuan saat siklusnya datang. Mendapat kekerasan
fisik karena membeli produk kebersihan menstruasi adalah cerita yang sangat
menyedihkan.
Lalu bagaimana dengan
Indonesia? Sayangnya, sulit untuk menemukan cerita-cerita gamblang tentang
menstruasi di media-media mainstream
Indonesia, termasuk di tengah pandemi ini. Ini merupakan salah satu bukti
bahwa persoalan menstruasi masih begitu
tabu dan dianggap tidak penting untuk disoroti di negara kita. Namun, saya
yakin bahwa sama seperti perempuan-perempuan di negara lain,
perempuan-perempuan Indonesia pun punya masalah tersendiri saat menstruasi di
tengah pandemi ini. Saat mencari tahu di google soal “menstruasi saat pandemi”,
saya hanya mendapatkan satu artikel yang sesuai. Artikel ini menceritakan terkait
sebuah perusahaan yang memberikan bantuan kepada tenaga medis perempuan di
salah satu rumah sakit [5].
Bantuan tersebut berupa pembalut berbentuk celana agar mudah dipakai saat
menggunakan biohazard suit. Ini setidaknya secara tidak langsung menggambarkan
kesulitan tenaga medis perempuan Indonesia saat harus menstruasi di tengah
pandemi. Namun setidaknya, kita bisa mendengar cerita menstruasi dari Lembaga
seperti Jejaring MPL Indonesia yang memang menjadikan MKM sebagai salah satu
isu penting dalam agendanya.
Sekarang, mari kita
mendalami kisah-kisah di atas. Semua kisah di atas memiliki persamaan, yaitu
masalah tabunya menstruasi yang kemudian semakin menonjolkan ketidaksetaraan
gender. Untuk lebih memahami hal ini, mari membagi permasalahan ke dalam dua
ranah, yaitu ranah privat atau rumah tangga dan ranah publik. Kita bisa melihat
contoh dampak tabunya menstruasi di ranah privat dalam cerita dari India dan
Sudan yang telah dipaparkan di atas. Di India, para perempuan dalam rumah
tangga merasa segan dan malu untuk melakukan aktivitas MKM jika ada laki-laki
di rumah. Permasalahan ini jelas ada karena di ranah rumah tangga pun,
menstruasi masih begitu tabu dibicarakan. Dampak tabu yang lebih parah bisa
dilihat di Sudan dimana para suami memukul istrinya karena dianggap
menghabiskan terlalu banyak uang untuk produk kebersihan menstruasi. Akar
permasalahannya
jelas juga karena menstruasi dianggap tabu sehingga tidak ada pembicaraan gamblang
mengenai pentingnya MKM. Sementara, dampak tabunya pembicaraan menstruasi pada
ranah publik bisa kita lihat pada cerita dari China. Di sana, perempuan harus
menghadapi sexisme di mana dedikasi mereka dipertanyakan hanya karena mereka
mengalami sesuatu yang alami seperti menstruasi. Ini juga disebabkan karena
kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya menstruasi dan MKM.
Dari penjelasan di atas,
jelaslah mengapa kita perlu berjuang keras untuk menerobos tabu-tabu yang
mengelilingi menstruasi. Perjuangan ini bisa dimulai dengan lebih sering
membicarakannya, baik secara lisan maupun tulisan. Hanya dengan begitulah kita
bisa dengan leluasa membicarakan masalah MKM. Terlebih lagi, masih banyak hal
yang harus diperbaiki, terutama terkait ketersediaan produk kebersihan menstruasi
di tempat umum, misalnya di sekolah. Banyak sekolah yang bahkan tidak memiliki
air yang cukup sehingga banyak siswa yang tidak nyaman untuk masuk sekolah saat
sedang menstruasi. Padahal, ranah publik, termasuk sekolah adalah ranah di mana perempuan harus bersaing
dengan laki-laki dan membuktikan kompetensinya. Maka jangan sampai ketidaknyamanan
saat menstruasi mempengaruhi produktivitas perempuan.
Sebagai penutup, mari
menekankan kembali bahwa permasalahan menstruasi sangat terkait dengan
kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender membuat MKM semakin sulit, sementara
tabunya menstruasi membuat perempuan harus menghadapi stigma di tempat kerja,
sekolah, dan bahkan di rumah. Maka, jelaslah mengapa isu mengenai menstruasi
perlu terus digaungkan hingga akhirnya menstruasi tidak tabu lagi dibicarakan.
Sebab, menstruasi adalah bagian alami dari keperempuanan, maka ketabuannya
merefleksikan ketidaksetaraan gender. Selama menstruasi
masih tabu, maka selama itu pula ketidaksetaraan
gender masih ada.
#MKMdirumahaja
#MenstruasiSaatPandemik
#MKM2020
#BerdayaTanpaBatas
#MentruasiBukanTabu
#PahamiMenstruasi
[1] Weiss-Wolf, J. (2020, 3 17). Period Don't Stop For Pandemics.
Retrieved from Newsweek: www.newsweek.com/periods-dont-stop-pandemics-opinion1492753
[2] Li, A. J. (2020, Februari 28). How China's Coronavirus Health Care
Workers Exposed the Taboo on Menstruation. Retrieved from South China
Morning Post: www.scmp.com/comment/opinion/article/3052524-how-chinas-coronavirus-health-care-workers-exposed-tanoo
[3] Ashar, S. A. (2020, April 1). In Mumbai's Slums, Simple Act of
Bathing and Relieving Oneself Becomes More Daunting for Women. Retrieved
from The Indian Express:
indianexpress.com/article/cities.mumbai/in-mubais-slums-simple-act-of-bathing-and-relieving-oneself-becomes-more-daunting-for-women-6342816/
[4] WoMena. (2020, April 25). Covid-19 and Mesntruation - What are the
Challenges? Retrieved from WoMena: womena.dk/mini-faq-covid-19-and-menstruation-what-are-the-challenges/
[5] Nurfitriyani, A. (2020, April 21). Softex Berikan Donasi Bagi Para
Pahlawan Pandemi Perempuan. Retrieved from Warta Ekonomi:
m.wartaekonomi.co.id/berita282086/softex-berikan-donasi-bagi-para-pahlawan-pandemi-perempuan
Komentar
Posting Komentar