Jika Laut Tak Dijaga

Sumber: africaclimatereports.org



Pada tahun 2016, dilakukan necropsy (autopsi yang dilakukan pada hewan) terhadap 13 paus sperma yang terdampar di Schleswig-Holstein, Jerman. Hasil memperlihatkan bahwa perut paus tersebut dipenuhi sampah plastik, mulai dari jala ikan, plastik dari mobil sepanjang 70 cm, dan berbagai macam sampah plastik lainnya. Kejadian sama juga pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2011 di mana seekor bangkai paus yang ditemukan di Greek Island, Mykonos dengan perut penuh plastik.

Plastik yang masuk ke tubuh paus tentunya bisa sangat berbahaya. Jika terus menerus terjadi, paus bisa kelaparan dengan perut penuh plastik. Bahkan, jika hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan muncul masalah lebih besar yaitu kepunahan spesies. Padahal, jumlah paus sudah terus berkurang dari waktu ke waktu karena perburuan oleh manusia.

Orang mungkin bertanya-tanya apa pentingnya memedulikan paus, lumba-lumba, hiu, dan lain-lain. Perlindungan paus sering dianggap sekedar sebagai kebaikan hati atau sekedar untuk melindungi hewan dari kepunahan. Padahal, lebih dari itu, paus merupakan bagian dari ekosistem laut dan kepunahannya akan merusak keseimbangan ekosistem, sedikit atau banyak.

Dalam beberapa studi pun, dikatakan bahwa paus berkaitan erat dengan permasalahan perubahan iklim. Paus yang mati bisa melepaskan karbon dalam jumlah besar. Sementara, paus yang hidup bisa menyerap karbon. Economist memperkirakan bahwa jika kita dapat mengembalikan jumlah paus ke angka sebelum mereka diperdagangkan, paus dapat menyerap 1,7 juta ton karbon per tahun. Jumlah karbon ini bahkan lebih dari jumlah karbon yang harus dikurangi sebuah negara sesuai perjanjian internasional, yaitu Brazil.

Namun, lebih dari persoalan soal karbon yang dilepas dan diserap, masalah plastik dalam tubuh paus memberikan sinyal yang lebih penting kepada kita, yaitu bahwa ancaman terhadap spesies dan ekosistem laut semakin meningkat karena ulah manusia. Padahal, laut adalah sumber penghidupan terbesar. Berbagai sumber makanan dan produk industri berasal dari laut. Maka, rusaknya laut bisa menjadi ancaman bagi keberlanjutan hidup manusia.

Cerita di atas hanyalah secuil kisah soal bagaimana jika laut tak dijaga. Ancaman terhadap paus hanyalah sebagian kisah dari bahaya bertambahnya sampai plastik yang tidak terkendali. Ancaman sampah plastik pun hanyalah sebagian masalah yang harus dihadapi dalam menjaga spesies dan ekosistem laut.

Kendati demikian, kita perlu mengambil kesempatan dalam berbagai permasalahan dan momentum. Menjaga spesies laut, dalam hal ini paus memang bukanlah cara paling siginifikan dalam mencegah pernambahan karbon. Namun, permasalahan ini bisa dijadikan salah satu pergerakan dalam menjaga laut.

Pandemi ini, meskipun telah menimbulkan banyak hambatan, namun juga memberikan banyak pelajaran. Selama pandemi, beberapa masalah lingkungan menjadi lebih baik, misalnya masalah polusi dan sampah di perwisataan. Maka, pandemik ini adalah momentum yang sangat tepat untuk belajar menjaga menghargai kelestarian lingkungan.

Tantangan yang harus dijawab adalah bagaimana mempertahankan momentum di pandemi ini. Tentunya, kebijakan yang tegas sangat penting untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Misalnya, menjadikan larangan penggunaan plastik sekali pakai sebagai peraturan nasional. Meningkatkan kesadaran masyarakat memang merupakan jalan untuk menumpas permasalahan dari akarnya. Namun, selain strategi jangka panjang, strategi jangka pendek seperti mengeluarkan peraturan sangatlah penting.

Setiap hari yang berlalu tanpa adanya peraturan soal penggunaan plastik berarti pembiaran pada masalah sampah plastik yang semakin tidak terkontrol. Setiap hari yang berlalu tanpa kita memikirkan pola hidup ramah lingkungan berarti penambahan ancaman pada laut. Padahal, jika laut tak dijaga, kita bukan hanya menghancurkan ekosistem laut, namun juga menghancurkan bumi dan diri sendiri.


****
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.

Komentar